Selasa, 31 Oktober 2017

Mantan Janc*k

Well, penat banget gue 3 bulan ini. Skripsi galau mikirin dia karena tetiba ngajak putusan. Bimbingan jadi selalu ga fokus, ngedraft dan segala macam kegiatan selalu terbagi pikirannya. Dulu, setahun silam waktu dia di posisi gue. Waktu dia sibuk ngurus tugas akhirnya, gue selalu ada. Always. Ngerjain draft sering dikosan gue, nyari data gue yang anterin, dia pusing gue ikutan pusing. Ibaratnya bagaikan puppy with her mom, kemana ada gue disitu ada dia dan kebalikannya.Tapi sekarang, boro - boro. Gue sendiri, iya. Gue terlalu terbiasa apa - apa sama dia. Apapun. Tapi di posisi yang gue butuh dia, dia sama sekali ga ada.

Sorry, gue terlalu sakit. Itu belum seberapa, belum ada apa - apanya. Sebelum masuk ke inti, sedikit gue ulas cerita kita, dulu. Kita dulu satu sekolah dari zaman SMP sampai SMA sama sekali ga saling tau, iya 6 tahun kita di gedung yang sama tapi ga pernah saling sapa. Gue hanya tau sekilas tentang dia waktu zaman SMA, dia pernah disukain sama temen sekelas. Kita beda kelas, bahkan beda angkatan. Gue lebih muda setahun, doi kakak kelas. Tapi udah, cuma sebatas itu doang. Ga ada sekilas pun dibenak gue dia bakal jadi mantan terjancuk yang pernah gue kenal.

Sampai lah di bangku kuliah kita lagi - lagi ditempatkan di satu almamater yang sama. Disini perkenalan kita dimulai. Simpel sebenernya, gue jualan nah dia customer. Dulu gue getol banget nawarin dagangan gue ke kontak yang gue punya, dia salah satunya. Simpelnya dari situ lah kita mulai kenal dan deket. Tapi kisah awalnya dimulai waktu kita lagi di kampung halaman, kita bertemu lagi di bank untuk bayar spp, ternyata bank yang dekat rumah error entah kenapa ga bisa transaksi pembayaran spp. Gue di parkiran mau pulang, ada dia dan negor. "Ini banknya ga bisa ya?" "Iya ga bisa" setelah nego dan ngobrol akhirnya kita sepakat untuk muterin kampung nyari bank demi bayar spp.

Perjalanan kenyamanan kita mulai sedikit tumbuh disini, kita baru sekali ketemu tapi entah kenapa semua kerasa nyambung aja. Ngobrol ngalor ngidul, dia cerita sedikit tentang mantan dan pacarnya gue pun juga begitu. Iya betul, posisi kita disitu masing-masing punya pacar. Tapi sumpah, ga ada niatan sedikitpun buat gue khianatin pacar gue waktu itu. Setelah dapet bank, hari mulai siang makan lah kita. Obrolan dimulai lagi, kemana aja bahas lagi mantan dan pacarnya. Mungkin kalo gue lupa pagi itu belum mandi obrolan bakal berlanjut sampai magrib.

Suatu saat posisi kita sudah sama - sama sendiri. Kita mulai makin intens. Akhirnya hubungan  kita dimulai, kita pacaran. 221015. Iya, itu tanggal yang masih gue inget sampai sekarang. Layaknya orang menjalin hubungan asam manis semua ada. Kita hidup kayak ga terpisahkan, apapun yang gue lakukan dia ada, apapun yang dia lakukan gue ikut. Hidupnya kayak berasa jadi hidup gue aja gitu. Makan kemana ga lengkap kalau ga berdua, doi pulang kuliah mampir ke kosan, kita lapar akhir bulan masak sama - sama dikosan, awal bulan mau belanja dia jadi manajer keuangan, sore bosen ga ada kerjaan kita keluar keliling jalan - jalan.

Sampai akhirnya gue bosen, gue butuh sendiri. Gue butuh sesekali ngejalanin kegiatan normal. Seringkali kegiatan organisasi terabaikan, rapat - rapat ga bisa ikutan, sering juga gue jadi lupa kalo punya temen-temen perkuliahan. Pernah akhirnya dia merasa tersadar, kehadirannya seakan merusak aktivitas gue. Doi minta putus karna ga mau jadi penghalang gue melakukan itu semua. Tapi jelas gue tolak, gue ga mau. Karna sejujurnya gue juga bahagia, gue ga mau kehilangan dia.

Obrolan - obrolan kita pun semakin jauh, bagaimana setelah lulus nanti? Nikah muda itu dia punya mimpi. Pesta yang seperti apa udah kita bangun dari dini. Aku bilang, tunggu aku ya. Tunggu aku selesei kuliah, tunggu aku 2 tahun dari sekarang. Aku anak pertama, tanggung jawabku besar aku masih harus bantu orang tua menyekolahkan adik - adikku tercinta. Kamu jawab, iya. Walaupun sebenernya berat, aku tau aku liat di matamu. Bahkan jahatmu kamu pernah bilang, "nanti kalau aku tiba-tiba dilamar orang kamu rela kan?" Gila kali. Nikah ga semudah itu, pikirku. Kamu mesti bangun kepercayaan dan harmoni terlebih dahulu. Ah, sudahlah mungkin itu hanya guraunmu saja.

Singkat cerita dia lulus kuliah, know what? iya, dia harus pulang ninggalin gue. 2 tahun perjalanan bersama berdua kemana-mana mulai dititik temu hitam. Kita harus mengalami hubungan jarak jauh. Sebenernya bukan jadi masalah, karna rumahnya pun deket sama rumah gue. Selagi gue pulang pasti gue sempetin mampir dan kita keluar. Tapi 6 bulan ldr masalah sedikit - sedikit mulai keluar, bosan. Iya bosan, hubungan kita cuma lewat media telepon genggam. Chat mulai itu itu aja, dan sering kehabisan bahan obrolan. Waktu di telepon pun sama, selalu ada alasan untuk tidak bisa bicara. Sempat lagi - lagi terpikir apa emang udah ga lagi sejalan. Tapi ga bisa, kita udah sejauh ini. kita punya mimpi - mimpi, aku mau sama-sama kita raih. Tapi semua udah beda.

Mei, 2017. Di hari ulang tahunku, bahkan aku ga merasa kamu ada. Aku merasa ga ada orang yang spesial di hari spesialku. Kamu mulai menghilang, sebulan kemudian kau bilang hpmu rusak dan tidak bisa untuk berkomunikasi. Oke. Aku makin memuncak, aku udah ga bisa lagi kalo begini terus. Hampir sebulan lebih tak ada chat dari kamu, tak ada niatan juga untuk telpon. Padahal kamu dirumah, orang tua dan adikmu punya juga alat komunikasi. Tapi kenapa? Belakangan akhirnya aku tau kenapa. Hubungan kita sudah makin ga jelas. Bahkan aku ga tau apa kamu masih pantas ku anggap sebagai kekasih. Ku layangkan kata break ke kamu saat kita sempat bicara, tapi kamu ga bisa.

Tapi agustus datang, kau tiba-tiba telepon. Dan ucapkan "aku kepikiran omonganmu waktu itu". Fine. Aku terima lapang dada walau tidak seutuhnya. Sebulan berselang aku mulai bimbang, ku hubungi semua kontakmu tapi ga ada yang bisa. Ku tanya semua temen - temenmu, tapi tak ada mendapatkan hasil nyata. 2 bulan masih ku lakukan hal yang sama, dan masih sama saja. Kamu blok semua kontakku, kamu non aktifkan semua sosial mediamu. Bulan ketiga aku shock, benar - benar shock. Ku lihat foto kamu tersenyum, meski kau tutup bibirmu dengan tanganmu tapi tidak bisa kau tutupi dari raut matamu. Kau cantik mengenakan kebaya hitam, didepanmu ada sosok pria bersujud mengarahkan balon cincin dengan latar belakang dinding bertuliskan G love A HAPPY ENGAGEMENT.



Yaa. Kamu gila. Benar-benar gila. Secepat itu? Hey? Kita punya mimpi berdua lho. Kamu ga inget? Segitunya kamu ga mau sabar nunggu? Sebegitunya kamu takut kalo akhirnya kita tak berjodoh?

Di jam yang sama setelah aku liat fotomu kamu tiba-tiba menelepon. Kamu ceritakan semuanya. Kamu buka semuanya yang selama ini aku ga tau. Kamu buka hatimu untuk pria lain disaat masih ada aku disini yang sebisa mungkin menjaga hati dari wanita lain. Kamu terima pernyataannya bahwa dia suka kamu. Malah kamu tantang untuk datang kerumahmu bertemu mamah papah. Damn! Kita bangun itu berbulan-bulan hingga hitungan tahun. Lalu kau semudah itu terima pria lain yang baru saja kau kenal dengan alasan kamu nyaman dengannya disaat hubungan kita renggang. Kau siapkan acara ini 3 bulan setelah kita putus. Saat aku kelabakan kesana kemari mencari kontakmu yang bisa untuk ku hubungi, tapi kau memang tenyata sedang sibuk. Sibuk mengurus mimpimu yang tak bisa aku berikan ke kamu dalam waktu dekat ini.

Kamu punya mimpi untuk nikah muda, tapi aku juga punya mimpi kamu jadi pengantin wanita di pelaminanku. Tapi sekejap ga ada bersisa. Bahkan sama sekali tak kamu ceritakan tentangku ke dia. Kau tak anggap hubungan kita selama ini. Kamu bilang "Please, jangan kamu ketemu aku lagi. Jangan ganggu aku. Jangan sampai dia tau tentangmu. Jangan hancurkan mimpiku" jancuk, ku dalam hati!

Kamu semudah itu hilangkan semua kenangan kita. Aku susah payah untuk berlari, berdiri pun aku pincang. Kamu separuhku, kini menjadi separuh dari yang lain.

Tugasku kini berat. Aku harus selalu menyibukkan diri, karna jika aku lengah sedikit penyesalan dan amarahku tentangmu selalu saja datang menyibak.

Andai kamu baca tulisan ini, semoga kamu bahagia dengannya. Aku yakinkan bahwa kamu salah memilih orang. Kamu belum tau tentangnya, begitupun dia tak sepenuhnya tau kamu. Doakan semoga aku tak datang di acara resepsimu. Karna apa kamu tau rasanya sakit? Begitu kamu gagal menjadi istrinya.